SAAT KITA KEHILANGAN KUDA
Alkisah di sebuah negeri pada jaman dahulu kala, hiduplah sekeluarga petani, keluarga kecil yang terdiri dari sepasang suami istri dan dua orang anak, anak pertama lelaki dan anak kedua perempuan, mereka sekeluarga hidup dari mengarap tanah pertaniannya terutama menamam padi dan palawija dengan mengandalkan tenaga seekor kuda milik keluarga mereka yang dipergunakan untuk mengarap tanah pertanianya dan juga dipergunakan sebagai tenaga penarik gerobak untuk mengangkut hasil pertanian dan juga dijadikan sebagai tunggangan atau kendaraan bagi seluruh anggota keluarga secara bergantian untuk berbagai perjalanan yang rutin, kepasar, mengunjungi sanak saudara atau sekedar JJS alias jalan jalan sore.
Pada suatu hari keheningan pagi di buyarkan dengan teriakan dan jeritan sang istri petani, dengan suara yang gaduh dan bercampur tangisan Sang Istri berteriak “Pak, kuda kita hilang !!!.... habis sudah masa depan kita, bagaimana kita mengarap ladang dan bepergian ? aduuuh ... mengapa Kuda kita bisa hilang ? mengapa nasib kita begitu buruk ??? .....”
Pagi itu sang istri tengelam dalam keluh kesah dan tangisan karena kehilangan Kuda, satu satunya ternak kerja yang di andalkan keluarga, sang suami hanya berkata pendek “sudahlah istriku, janganlah terlalu bersedih dan kesal hati, dunia belum kiamat dengan hilangnya kuda kita”
Minggu pertama semenjak kehilangan kuda, keluarga petani ini hidup dengan beban yang lebih berat, Sang Bapaklah yang mengantikan kuda menarik bajak di ladang dan kemudian bersama sama istri dan anak mereka mendorong gerobak untuk mengangkut hasil panen ke tempat penyimpanan atau kepasar untuk di jual, dalam satu minggu saja seluruh anggota keluarga merasa sangat keletihan dengan beban kerja yang ada.
Minggu kedua, pada suatu siang yang cerah sang istri berlari sambil berteriak membangunkan suaminya yang sedang tidur, “suamiku kita adalah keluarga yang sangat beruntung !!! kuda kita telah kembali dan membawa seekor kuda lain, sekarang kita punya dua ekor kuda !!!” sambil mengosok mata dan meluruskan badan sang Suami berkata “sudahlah istriku, jangan terlalu gembira dengan apa yang kita dapatkan”
Minggu ketiga, sang istri pulang kerumah sambil menangis di iringi sekelompok orang yang membantu mengantarkan anak lelakinya “suamiku, kaki anak lelaki kita patah karena terjatuh dari kuda kita yang baru, aduuh bagaimana nasib anak kita dengan kakinya yang patah ?”
Sang suami sambil bebatkan kain yang menyatukan dua bilah papan pada kaki anak lelakinya yang patah menyabarkan istrinya, “sudahlah istriku, janganlah terlalu bersedih dan kesal hati, kaki anak kita yang patah pasti akan sembuh kembali nanti”
Minggu keempat, datanglah utusan kerajaan kedesa tempat keluarga petani tinggal dan membawa titah raja bahwa setiap keluarga harus menyerahkan anak lelakinya untuk dijadikan tentara yang akan berangkat ke medan perang, banyak keluarga yang menangis karena anak lelaki mereka di bawa untuk berperang, sang istri petani sambil memeluk anaknya kemudian berkata pada suaminya “Kita sangat beruntung suamiku, karena kaki anak kita yang patah belum sembuh maka anak kita tidak dipaksa menjadi tentara kerajaan dan pergi kemedan perang, mari kita rayakan kehahagiaan ini ..”
Suami berkata “sudahlah istriku, jangan terlalu gembira dengan keberuntungan yang kita dapatkan”
Tiga tahun kemudian pasukan kerajaan dengan panji panji kebesaran dan genderang yang bertalu talu memasuki desa, semua orang keluar untuk melihat apa yang terjadi, ternyata anak tetangga sang petani yang dulu ikut berperang telah diangkat oleh Raja sebagai Jenderal karena berjasa menyelamatkan pangeran dari ancaman musuh, seketika tetangga petani tersebut menjadi keluarga yang terpandang dan kehidupannya terjamin, lengkap dengan segala fasilitas yang diberikan oleh kerajaan.
Sang isteri petani berkata dengan masyul dan sedikit iri “Suamiku, andaikan waktu itu kaki anak kita tidak patah, mungkin saja saat ini anak lelaki kita yang menjadi jendral ....”
Sang Petani berkata “sudahlah istriku, janganlah terlalu bersedih hati, rejeki kita sudah diatur oleh yang Maha Kuasa !”
Sebulan Kemudian Sang istri dengan wajah berseri seri berlari di ladang mendekati suaminya dan berkata “ Suamiku, Betapa beruntungnya kita, anak tetangga kita yang telah menjadi jendral ternyata jatuh hati pada anak perempuan kita dan kita segera akan menjadi mertuanya jendral ...”
Sambil melepaskan capingnya dan mengunakannya sebagai kipas, sang petani meminta istrinya duduk di dekatnya dan berkata “ istriku, belumkah engkau mengerti mengenai kehidupan ini ? bahwa Tuhan maha adil dan sudah mengatur semua bagian kehidupan kita, janganlah kita terlalu cepat putus asa, bersedih atau iri hati jika tertimpa kemalangan, kurang beruntung atau melihat orang lain beruntung sebaliknya jangan terlalu gembira jika mendapatkan suatu keberuntungan atau memiliki kelebihan dibandingkan orang lain, hadapilah semuanya dengan sepenuhnya percaya bahwa Tuhan yang memberikan kita kehidupan ini akan memberikan kita bagian bagian yang adil sesuai dengan usaha dan kemampuan kita mensyukuri kehidupan ini”
Memang sebagai manusia kita terkadang bingung, ada kalanya beruntungan yang kita dapat saat ini bisa berubah menjadi bencana di masa mendatang, atau namun bisa juga kemalangan yang kita dapati saat ini merupakan awal keberuntungan di masa mendatang.
Cerita ini semoga bermanfaat sebagai bahan renungan menyikapi dinamika yang pada kehidupan kita masing masing saat ini, maupun dimasa mendatang, hadapi saja semua dinamika kehidupan dengan penuh keyakinan dan percaya pada rencana Tuhan, jangan berhenti berusaha. jangan kita cepat menarik sebuah kesimpulan untuk keberuntungan dan kemalangan yang kita hadapi saat ini, mari cermatinya seluruh rangkaian kehidupan kita untuk mendapatkan sebuah kesimpulan yang hakiki.
Merupakan Kisah rakyat kuno dari suku Tionghoa Diceritakan kembali secara bebas oleh Ir. Andreas Acui Simanjaya.
Salam hangat,
Ir. Andreas Acui Simanjaya
email andreasacui@yahoo.com
email andreasacui@yahoo.com